Sudah jam satu pagi, lampu sudah mati, namun wajah Anda masih diterangi cahaya biru ponsel. Anda terus menggulir layar (scrolling), berpindah dari berita tentang krisis iklim ke konflik politik, hingga bencana alam terbaru. Meski Anda merasa cemas dan lelah, tangan Anda seolah menolak untuk berhenti. Fenomena ini disebut "Doomscrolling".
Mengapa kita seolah "menyiksa" diri sendiri dengan mengonsumsi informasi negatif tepat sebelum tidur? Ternyata, ada alasan psikologis dan evolusioner yang dalam di baliknya.
1. Mekanisme Bertahan Hidup Kuno
Secara evolusioner, otak manusia dirancang untuk memprioritaskan informasi tentang bahaya. Di masa lalu, mengetahui di mana letak predator adalah kunci keselamatan. Di era digital, algoritma media sosial memanfaatkan "bias negatif" ini. Otak kita merasa bahwa dengan terus membaca berita buruk, kita sedang "mempersiapkan diri" menghadapi ancaman, padahal yang terjadi justru sebaliknya: kita hanya meningkatkan stres tanpa solusi.
2. Perasaan Kendali yang Palsu
Doomscrolling sering kali muncul dari keinginan untuk memahami dunia yang terasa kacau. Kita merasa bahwa jika kita memiliki semua informasi, kita memiliki kendali atas situasi tersebut. Namun, di internet, informasi tidak ada habisnya. Bukannya merasa tenang karena sudah tahu, kita justru merasa kewalahan karena volume informasi negatif yang melampaui kapasitas pemrosesan otak kita.
3. Algoritma yang Memperangkap
Platform media sosial dirancang untuk membuat Anda tetap berada di aplikasi selama mungkin. Karena konten negatif memicu reaksi emosional yang lebih kuat (kemarahan, ketakutan, kesedihan) dibandingkan konten positif, algoritma akan terus menyuguhkan berita-berita serupa. Ini menciptakan lingkaran setan di mana semakin banyak Anda membaca berita buruk, semakin banyak pula berita buruk yang muncul di lini masa Anda.
4. Dampak pada Kesehatan Mental dan Tidur
Dampak doomscrolling tidak main-main. Selain meningkatkan risiko depresi dan kecemasan, paparan cahaya biru (blue light) di malam hari menekan produksi melatonin, hormon yang mengatur tidur. Akibatnya, kualitas tidur Anda menurun, yang pada gilirannya membuat Anda lebih emosional dan sulit berkonsentrasi keesokan harinya.
Bagaimana Cara Berhenti?
Tetapkan Batas Waktu: Gunakan fitur app timer untuk membatasi penggunaan media sosial, terutama setelah jam 9 malam.
Ciptakan Zona Bebas Ponsel: Jangan bawa ponsel ke atas tempat tidur. Gunakan jam weker fisik alih-alih alarm ponsel.
Kurasi Lini Masa: Unfollow atau mute akun-akun yang hanya menyebarkan ketakutan tanpa memberikan solusi atau nilai tambah.
Ganti dengan "Joy-scrolling": Sebelum tidur, sengajalah mencari konten yang menenangkan atau menghibur—seperti video hewan lucu, hobi, atau kutipan inspiratif—untuk melatih kembali otak Anda.
Kesimpulan
Dunia memang tidak selalu baik-baik saja, tetapi mengonsumsi semua penderitaan dunia di malam hari tidak akan membantu memperbaikinya. Menyadari bahwa doomscrolling adalah jebakan psikologis adalah langkah pertama untuk merebut kembali ketenangan pikiran Anda. Tidur yang nyenyak adalah bentuk perlawanan terbaik terhadap dunia yang penuh kecemasan.
Deskripsi: Analisis mengenai fenomena doomscrolling, alasan psikologis di balik obsesi terhadap berita negatif, serta tips praktis untuk memutus kebiasaan buruk demi kesehatan mental.
Keyword: Doomscrolling, Kesehatan Mental, Adiksi Media Sosial, Kecemasan, Tidur Berkualitas, Psikologi Kognitif, Detoks Digital, Berita Buruk.
0 Comentarios:
Posting Komentar